BAB 11 : PENGARUH KELAS DAN STATUS
1.
Jenjang
sosial
a. Jenjang
sosial merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat di
kota maupun di desa. Hal ini di karenakan setiap manusia memiliki keinginan
untuk dihargai maupun di hormati lebih dari manusia manapun, sehingga akan
terbentuk jenjang sosial yang akan mengakibatkan adanya pembedaan sosial di
dalam masyarakat.
b. Jenjang
sosial selalu menjadi masalah sebuah negara, baik negara maju maupun bagi
negara yang sedang berkembang. Masalah jenjang sosial sampai saat ini belum
mendapatkan jalan keluar, mengingat masih banyak pengangguran dan juga
penghasilan masyarakat yang belum mampu menutupi kebutuhannya sehari-hari.
Karena itu, pemerintah mengharapkan adanya kerjasama dengan berbagai kegiatan
sosial, agar jenjang sosial ini dapat diminimalisir.
2. Pengertian Jenjang Sosial
Jenjang sosial adalah kondisi dimana
seseorang berada pada posisi yang mencerminkan status sosialnya di masyarakat
yang memiliki tingkatan-tingkatan berdasarkan kelas sosial di masyarakat yang
sedang di raihnya. Sehingga jenjang sosial akan senantiasa berubah seiring
dengan pencapaian dan keberhasilan seseorang dalam merubah kelas sosialnya.
Contoh: Seorang anak yang kurang mampu dari desa setelah lulus sekolah kemudian
ia bekerja di jakarta, di jakarta ia sukses sehingga ia telah meningkatkan
kelas sosialnya setelah kembali kekampung halamannya.
3. Faktor Penentu Kelas Sosial
Kelas sosial atau golongan sosial
merujuk kepada perbedaan hierarkis (atau stratifikasi) antara insan atau
kelompok manusia dalam masyarakat atau budaya. Biasanya kebanyakan masyarakat
memiliki golongan sosial, namun tidak semua masyarakat memiliki jenis-jenis
kategori kedalam golongan sosial yang sama.
Berdasarkan karakteristik
stratifikasi sosial, dapat kita temukan beberapa pembagian kelas atau golongan
dalam masyarakat. Beberapa masyarakat tradisional pemburu-pengumpul, tidak
memiliki golongan sosial dan seringkali tidak memiliki pemimpin tetap pula.
Oleh karena itu masyarakat seperti ini menghindari stratifikasi sosial. Dalam
masyarakat seperti ini, semua orang biasanya mengerjakan aktivitas yang sama
dan tidak ada pembagian pekerjaan.
4. Pengukuran Kelas Sosial
Pendekatan
yang sistematis untuk mengukur kelas sosial tercakup dalam berbagai kategori
yang luas, meliputi ukuran subyektif, ukuran reputasi, ukuran obyektif dari
kelas sosial.
a. Ukuran
Subyektif
Untuk mengukur kelas sosial dengan
pendekatan ini, para individu diminta untuk menaksir kedudukan kelas sosial
mereka masing-masing. Klasifikasi keanggotaan kelas sosial yang dihasilkan
didasarkan pada persepsi partisipan terhadap dirinya atau citra diri
partisipan. Kelas sosial dianggap sebagai fenomena “pribadi” yaitu fenomena
yang menggambarkan rasa memiliki seseorang atau identifikasi dengan orang lain.
Rasa keanggotaan kelompok sosial ini sering disebut kesadaran sosial.
b. Ukuran
Reputasi
Pendekatan reputasi untuk mengukur kelas
sosial memerlukan informan mengenai masyarakat yang dipilih untuk membuat
pertimbangan awal mengenai keanggotaan kelas sosial orang lain dalam
masyarakat.
c. Ukuran
Obyektif
Ukuran obyektif terdiri dari berbagai
variabel demografis atau sosioekonomis yang dipilih mengenai individu yang
sedang dipelajari. Ukuran obyektif kelas sosial terbagi menjadi dua kategori
pokok yaitu indeks variabel tunggal dan indeks variabel gabungan.
Indeks
Variabel Tunggal
Indeks
variabel tunggal hanya menggunakan satu variabel sosial ekonomi untuk menilai
keanggotaan kelas sosial. Beberapa variabel digunakan untuk tujuan sebagai
berikut :
a. Pekerjaan,
merupakan ukuran sosial yang diterima secara luas dan mungkin merupakan ukuran
kelas sosial terbaik yang dapat didokumentasikan karena menggambarkan status
yang berhubungan dengan pekerjaan.
b. Pendidikan,
tingkat pendidikan formal seseorang merupakan perkiraan lain bagi kedudukan
kelas sosial yang umum diterima. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka
semakin besar kemungkinan orang tersebut memiliki penghasilan yang tinggi dan
juga kedudukan yang dikagumi atau dihormati.
c. Penghasilan,
yaitu perorangan atau keluarga merupakan variabel sosial ekonomi lain yang
sering digunakan untuk memperkirakan kedudukan kelas sosial.
d. Variabel
Lain, yang digunakan sebagai sebuah indeks kelas sosial adalah barang yang
dimiliki. Skema yang paling terkenal dan merupakan alat penilai yang paling
rumit untuk mengevaluasi barang yang dimiliki adalah skala status sosial
chapin.
Indeks
Variabel Gabungan
Indeks
gabungan secara sistematis menggabungkan sejumlah faktor sosial ekonomi untuk
membentuk satu ukuran kedudukan kelas sosial yang menyeluruh. Indeks ini sangat
menarik untuk diteliti karena dapat menggambarkan dengan lebih baik, kompleknya
kelas sosial dibandingkan indeks variabel tunggal.
Dua
indeks gabungan yang paling penting adalah :
a. Indeks
karakteristik status, ukuran gabungan kelas sosial yang klasik adalah Warner’s
Index of Status Characteristics (ISC). ISC merupakan ukuran tertimbang dari
berbagai variabel sosial ekonomi pekerjaan, penghasilan (jumlah penghasilan),
model rumah dan daerah tempat tinggal (kualitas lingkungan).
b. Skor
status sosial ekonomi, sosioekonomic Status Score (SES) menggabungkan tiga
variabel pekerjaan, penghasilan keluarga dan tingkat pendidikan. SES ini
dikembangkan oleh United States Bureau of The Census.
5. Apakah Kelas Sosial Berubah?
Kelas sosial yang dimiliki oleh
seseorang merupakan hasil kerja keras, dengan kerja keras tentu kelas sosial
akan meningat, namun untuk mempertahankannya pun butuh perjuangan, bila tidak,
maka kelas sosial yang sebelumnya dimiliki, akan mengalami penurunan. Kelas
sosial senantiasa akan berubah seiring dengan prestasi seseorang dimasyarakat,
untuk itu agar kelas sosial seseorang selalu terjaga, maka ia perlu menjaganya
dengan usaha yang keras.
6. Pemasaran pada Segmen Pasar
Berdasarkan Kelas Sosial
Untuk mencapai hasil pemasaran yang
optimal, kita pertama kali harus terlebih dahulu melakukan segmentasi pasar
atas produk yang akan kita jual. Segmentasi pasar pada intinya membagi potensi
pasar menjadi bagian-bagian tertentu; bisa berdasar pembagian demografis,
berdasar kelas ekonomi dan pendidikan ataupun juga berdasar gaya hidup
(psikografis).
Pembagian segmen yang paling lazim
dilakukan adalah berdasar kelas sosial ekonomi. Sebagai misal, pembagian yang
sering dilakukan adalah membagi lapisan pasar menjadi empat kelas : misal kelas
C (kelas ekonomi rendah), kelas B (menengah), dan kelas AB (menengah atas) dan
kelas A (golongan atas).
Sebagai misal, produk kartu ponsel
Esia yang murah meriah cenderung ditujukan untuk golongan B dan golongan C.
Sementara produk mobil mewah seperti BMW atau produk tas Gucci ditujukan untuk
segmen kelas atas.
Setelah segmentasi atas produk telah
ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah melakukan targeting atau membidik
target market yang telah kita pilih dalam analisa segmentasi pasar. Dalam hal
ini tentu saja serangkaian program pemasaran yang dilakukan harus pas dengan
karakteristik pasar sasaran yang hendak kita tuju. Sebagai misal produk-produk
tas dan sepatu mewah seperti dengan merk Gucci atau Louis Vuitton, maka mereka
selalu memilih mal kelas atas seperti Plaza Senayan dan Pacific Place untuk
membuka outletnya; dan bukan di mal kelas menengah seperti Plaza Jatinegara.
Hal diatas dilakukan agar kegiatan promosi peasaran yang dilakukan pas dan
tepat sasaran dengan segmen pasar yang ditujunya.
Selain targeting, maka langkah
berikutnya adalah melakukan positioning produk. Langkah ini artinya adalah
menciptpakan keunikan posisi produk dalam benak atau persepsi pelanggan
potensial yang akan dibidik. Mobil mewah BMW selalu mencitrakan dan
memposisikan dirinya sebagai kendaraan mewah nan elegan. Pada sisi lain Esia
selalu mencoba memposisikan dirinya sebegai produk rakyat kebanyakan yang murah
dan tersedia dimana-mana.
Positioning yang pas ini menjadi
sangat penting, sebab dengan begitu mereka bisa meraih simpati dalam benak
pelanggan. Dan selanjutnya hal ini bisa mendorong mereka untuk melakukan
pembelian produk yang ditawarkan.
BAB 12 : PENGARUH INDIVIDU
1.
Pengaruh
Kelompok Referensi
Kelompok referensi disebut juga
sebagai kelompok acuan. Kelompok referensi merupakan sekelompok orang yang
secara nyata mempengaruhi perilaku seorang secara langsung atau tidak langsung.
Kelompok referensi ini berguna sebagai referensi seseorang dalam pengambilan
keputusan dan sebagai dasar pembandingan bagi seseorang dalam membentuk nilai
dan sikap umum/khusus atau pedoman khusus bagi perilaku.
Kecenderungan orang untuk menjadi
bagian dari kelompok acuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
keakraban, ekspos terhadap seseorang (Mere Exposure), dan kepaduan kelompok.
Jenis–jenis
kelompok referensi berdasarkan pengelompokannya, yaitu:
a. Menurut
intensitas interaksi dan kedekatannya:
i.
Kelompok primer
ii.
Kelompok sekunder
b. Menurut
legalitas keberadaan:
i.
Kelompok formal
ii.
Kelompok informal
c. Menurut
status keanggotaan dan pengaruh:
i.
Kelompok aspirasi
ii.
Kelompok disosiasi
iii.
Primary/secondary
iv.
Membership
Untuk
dapat mempunyai pengaruh tersebut, kelompok rujukan harus melakukan hal–hal
berikut ini :
a. Memberitahukan
atau mengusahakan agar orang menyadari adanya suatu produk/merk khusus.
b. Memberikan kesempatan pada individu untuk membandingkan
pemikirannya sendiri dengan sikap dan perilaku kelompok.
c. Mempengaruhi individu untuk mengambil sikap dan perilaku
yang sesuai dengan norma-norma kelompok.
d. Membenarkan keputusan untuk memakai produk-produk yang
sama dengan kelompok.
Kelompok-kelompok acuan memberikan
pengaruh :
a. Pengaruh
informasional (informational influence)
Kelompok acuan akan mempengaruhi pilihan
produk atau merk dari seorang konsumen karena kelompok acuan tersebut sangat
dipercaya sarannya karena memiliki pengetahuan dan informasi yang lebih baik.
Hal ini terjadi ketika seseorang meniru perilaku dan pendapat dari anggota
suatu kelompok acuan yang memberikan informasi yang berguna. Informasi ini
dapat disajikan secara verbal maupun melalui demonstrasi langsung. Pengaruh
tersebut antara lain:
i.
Individu-individu mencari informasi
tentang beragam merek dari kelompok experts professional atau independen.
ii.
Individu-individu mencari informasi dari
orang yang bekerja dengan produk, sebagai seorang profesional.
iii.
Individu-individu mencari merek
sehubungan dengan pengetahuan dan pengalaman (seperti bagaimana performan merek
A dibandingkan dengan merek B) dari teman, tetangga atau asosiasi pekerja yang
mempunyai informasi yang realibel tentang merek.
iv.
Memilih merek individual yang
dipengaruhi oleh observasi sebuah persetujuan tertutup dari sebuah agen testing
indipenden.
v.
Observasi individu-individu yang ahli
dalam memberikan pengaruh terhadap pilihan merek seseorang.
b. Pengaruh
normatif (normative influence)
Pengaruh Normatif adalah pengaruh dari
kelompok acuan terhadap seseorang melalui norma-norma sosial yang harus
dipatuhi dan diikuti. Pengaruh ini terjadi jika individu mengikuti ketentuan
acuan kelompok dengan tujuan untuk memperoleh imbalan atau menghindari hukuman.
Pengaruh tersebut di antaranya :
i.
Supaya dia memuaskan harapan asosiasi
teman sekerja, keputusan individu membeli sebuah merek khusus yang dipengaruhi
oleh referensi mereka.
ii.
Keputusan individu membeli sebuah merek
khusus dipengaruhi preferensi masyarakat dimana dia berinteraksi.
iii.
Keputusan individu membeli sebuah merek
khusus dipengaruhi oleh preferensi anggota keluarga.
iv.
Hasrat untuk memuaskan harapan orang
lain yang mempunyai pengaruh yang kuat pada pilihan merek individu.
c. Pengaruh
ekspresi-nilai (value expressive influence)
Kelompok acuan akan mempengaruhi
seseorang melalui fungsinya sebagai pembawa ekspresi nilai. Hal ini terjadi
ketika individu merasa turut memiliki dan membentuk nilai dan norma dari suatu
kelompok. Pengaruh tersebut di antaranya:
i.
Perasaan individu yang membeli atau
menggunakan sebuah merek khusus akan meningkatkan kepercayaan dirinya.
ii.
Individu merasakan bahwa orang membeli
atau menggunakan sebuah merek khusus yang mempunyai karakteristik sesuai
keinginannya memiliki.
iii.
Kadang-kadang individu merasakan bahwa
bagus juga menyukai iklan orang yang menunjukkan penggunaan sebuah merek
khusus.
iv.
Individu merasakan bahwa masyarakat yang
membeli sebuah merek khusus dikagumi atau mewakili yang lainnya.
v.
Individu merasakan bahwa membeli sebuah
merek khusus akan membantu menunjukkan kepada orang lain apa yang disukainya.
2. Pengaruh Kata-Kata
Menurut
Tjiptono (1997), pada hakikatnya promosi adalah suatu bentuk komunikasi
pemasaran. Respon atau tanggapan konsumen sebagai komunikan meliputi :
a. Efek
kognitif, yaitu membentuk kesadaran informasi tertentu.
b. Efek
afeksi, yaitu memberikan pengaruh untuk melakukan sesuatu. Yang diharapkan
adalah realisasi pembelian.
c. Efek
konatif atau perilaku, yaitu membentuk pola khalayak menjadi perilaku
selanjutnya. Yang diharapkan adalah pembelian ulang.
Menurut
Tjiptono (1997), tujuan komunikasi pemasaran dan respon khalayak berkaitan
dengan tahap-tahap dalam proses pembelian yang terdiri atas:
a. Menyadari
(awareness) produk yang ditawarkan.
b. Menyukai
(interest) dan berusaha mengetahui lebih lanjut.
c. Mencoba
(trial) untuk membandingkan dengan harapannya, khusus dalam produk berupa jasa
tidak bisa dicoba terlebih dahulu.
d. Mengambil
tindakan (act) membeli atau tidak membeli.
e. Tindak
lanjut (follow up) membeli kembali atau pindah merek.
BAB 13 : PENGARUH KELUARGA DAN
RUMAH TANGGA
1.
Keluarga
dan Studi tentang Perilaku Konsumen
Studi tentang keluarga dan hubungan
mereka dengan pembelian dan konsumsi adalah penting, tetapi kerap diabaikan
dalam analisis perilaku konsumen. Pentingnya keluarga timbul karena dua alasan,
yaitu :
a. Banyak produk yang dibeli oleh
konsumen ganda yang bertindak sebagai unit keluarga. Rumah adalah contoh produk
yang dibeli oleh kedua pasangan, barangkali dengan melibatkan anak,
kakek-nenek, atau anggota lain dari keluarga besar. Mobil biasanya dibeli oleh
keluarga, dengan kedua pasangan dan kerap anak remaja mereka terlibat dalam
pelbagai tahap keputusan. Bentuk favorit dari kegiatan waktu senggang bagi
banyak keluarga adalah berkunjung ke pusat perbelanjaan setempat. Kunjungan
tersebut kerap melibatkan banyak anggota keluarga yang membeli pelbagai barang
rumah tangga, busana, dan barangkali bahan makanan. Perjalanan tersebut mungkin
pula melibatkan semua anggota dalam memutuskan di restoran fast-food mana untuk
membelanjakan pendapatan keluarga yang dapat digunakan.
b. Ketika pembelian dibuat oleh
individu, keputusan pembelian individu bersangkutan mungkin sangat dipengaruhi
oleh anggota lain.dalam keluarganya. Anak-anak mungkin membeli pakaian yang
dibiayai dan disetujui oleh orang tua. Pengaruh seorang remaja mungkin pula
besar sekali pada pembelian pakaian orangtua. Pasangan hidup dan saudara
kandung bersaing satu sama lain dalam keputusan tentang bagaimana pendapatan
keluarga akan dialoksikan untuk keinginan individual mereka. Orang yang
bertanggung jawab untuk pembelian dan persiapan makanan keluarga mungkin
bertindak sebagai individu di pasar swlayan, tetapi dipengaruhi oleh preferensi
dan kekuasaan anggota lain dalam keluarga. Konsumen tersebut mungkin menyukai
makanan dan kegiatan waktu senggang yang sama, dan mengemudikan merek mobil
yang sama dengan anggota yang lain dalam keluarga. Pengaruh keluarga dalam
keputusan konsumen benar-benar meresap.
2. Penentu Keputusan Pembelian pada
Suatu Keluarga
Keluarga adalah “pusat pembelian”
yang merefleksikan kegiatan dan pengaruh individu yang membentuk keluarga
bersangkutan. Individu membeli produk untuk dipakai sendiri dan untuk dipakai
oleh anggota keluarga yang lain.
Keputusan
konsumsi keluarga melibatkan setidaknya lima peranan yang dapat didefinisikan.
Peranan-peranan ini mungkin dipegang oleh suami, istri, anak, atau anggota lain
dalam rumah tangga. Peranan ganda atau aktor ganda adalah normal.
a. Penjaga
pintu (gatekeeper). Inisiator pemikiran keluarga mengenai pembelian produk dan
pengumpulan informasi untuk membantu pengambilan keputusan.
b. Pemberi
pengaruh (influencer). Individu yang opininya dicari sehubungan dengan kriteria
yang harus digunakan oleh keluarga dalam pembelian dan produk atau merek mana
yang paling mungkin cocok dengan kriteria evaluasi itu.
c. Pengambil
keputusan (decider). Orang dengan wewenang dan / atau kekuasaan keuangan untuk
memilih bagaimana uang keluarga akan dibelanjakan dan produk atau merek mana
yang yang akan dipilih.
d. Pembeli
(buyer). Orang yang bertindak sebagai agen pembelian: yang mengunjungi toko,
menghubungi penyuplai, menulis cek, membawa produk kerumah, dan seterusnya.
e. Pemakai
(user). Orang yang menggunakan produk.
Pemasar perlu berkomunikasi dengan
pemegang masing-masing peranan. Anak misalnya, adalah pemakai serealia, mainan,
pakaian, dan banyak produk lain, tetapi mungkin bukan pembeli. Salah satu atau
kedua orangtua mungkin merupakan pengambil keputusan dan membeli, walaupun anak
mungkin penting sebgai pemberi pengaruh dan pemakai.
Peranan memberi pengaruh mungkin
dipegang oleh orang yang paling ahli. Sebagai contoh, orangtua mungkin menjadi
pengambil keputusan mengenai mobil mana yang mereka akan beli, tetapi remaja
kerp memainkan peranan utama sebagai penjaga pintu informasi dan sebagai
pemberi pengaruh karena pengetahuan yang lebih banyak mengenai unjuk kerja,
cirri produk, atau norma social.
3. Family Life Cycle (FLC)
Family life cycle dapat diartikan
sebagai gambaran rangkaian tahapan yang akan terjadi atau diprediksi yang
dialami kebanyakan keluarga. FLC terdiri dari variabel yang dibuat secara
sistematis menggabungkan variable demografik yaitu status pernikahan, ukuran
keluarga, umur anggota keluarga, dan status pekerjaan kepala keluarga.
FLC tradisional yaitu pergerakan
tahap yang sebagian besar keluarga lewati, dimulai dari belum menikah
(bujangan), menikah, pertumbuhan keluarga, penyusutan keluarga, dan diakhiri
dengan putusnya unit dasar. Tahapan dari FLC model adalah :
a. Stage
I: Bachelor – pemuda/I single dewasa yang hidup berpisah dengan orang tua.
b. Stage
II: honeymooners – pasangan muda yang baru menikah.
c. Stage
III: parenthood – pasangan yang sudah menikah setidaknya ada satu anak yang tinggal
hidup bersama.
d. Stage
IV: postparenthood –sebuah pasangan menikah yang sudah tua dimana tidak ada
anak yang tinggal hidup bersama.
e. Stage
V: dissolution – salah satu pasangan sudah meninggal.
FLC
Non-traditional, yaitu :
a. Family
household
i.
Childless couples – pasangan yang
memilih untuk tidak memiliki anak dikarenakan oleh pasangan tersebut lebih
memilih pada pekerjaan.
ii.
Pasangan yang menikah diumur diatas 30
tahun – menikah terlalu lama dikarenakan karir dimana memutuskan untuk memiliki
sedikit anak atau justru malah tidak memiliki anak.
iii.
Pasangan yang memiliki anak di usia yang
terlalu dewasa (diatas 30 tahun).
iv.
Single parent I – single parent yang
terjadi karena perceraian.
v.
Single parent II – pria dan wanita muda
yang mempunyai satu atau lebih anak diluar pernikahan.
vi.
Single parent III – seseorang yang
mengadopsi satu atau lebih anak.
vii.
Extended family – seseorang yang kembali
tinggal dengan orang tuanya untuk menghindari biaya yang dikeluarkan sendiri
sambil menjalankan karirnya. Misalnya anak, atau cucu yang cerai kemudian
kembali ke rumah orang tuanya.
b. Non
family household
i.
Pasangan tidak menikah
ii.
Perceraian tanpa anak
iii.
Single person – orang yang menunda
pernikahan atau bahkan memutuskan untk tidak menikah
iv.
Janda atau duda
4. Perubahan Struktur Keluarga dan Rumah
Tangga
Industrialisasi telah membawa
pengaruh signifikan dalam perubahan struktur keluarga di Indonesia. Sebelum
berkembangnya industrialisasi di Indonesia struktur keluarga terdiri dari
keluarga besar yaitu keluarga yang terdiri dari kakek, nenek, anak, suami dan
cucu-cucunya atau bisa disebut dengan keluarga dengan beberapa generasi dalam
satu atap. Setelah industrialisasi berkembang di Indonesia menyebabkan
orang-orang desa pindah ke kota dengan alasan meningkatkan ekonomi keluarga
sehingga lambat laun keluarga besar pun semakin menipis hingga akhirnya
terbentuk keluarga kecil. Keluarga kecil ini pun salah satunya terbentuk akibat
adanya program keluarga berencana yang diciptakan pemerintah untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat agar menjadi keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Dan
saat ini muncul pula fenomena struktur keluarga kecil dengan tipe single perent
yang terjadi akibat moral masyarakat yang lemah.
5. Metode Riset untuk Mengetahui
Pengambil Keputusan oleh Keluarga
Studi mengenai struktur peran kerap
memandang pembelian sebagai tindakan ketimbang proses dan mendasarkan temuan
pada pernyataan seperti “siapa biasanya yang menambil keputusan pembelian?”
atau “siapa yang mengambil keputusan ?”. Namun, bukti tersebut menunjukkan
bahwa peranan dan pengaruh anggota keluarga bervariasi menurut tahap di dalam
proses keputusan.
Sebuah contoh dari metodologi proses
diberikan oleh Wilkes, yang merasa bahwa pernyataan berikut ini berguna untuk
mengukur pengaruh keluarga :
a. Siapa
yang bertanggung jawab untuk pengenalan awal?
b. Siapa
yang bertanggung jawab untuk memperoleh informasi mengenai alternative
pembelian?
c. Siapa
yang mengambil keputusan akhir mengenai alternative man yang harus dibeli?
d. Siapa
yang membuat pembelian actual terhadap produk?
Hasil yang lebih baik diperoleh
dengan menggunakan metodologi ini dibandingkan dengan ukuran yang lebih global.
Suami dan istri lebih mungkin menganut persepsi yang sama mengenia pengaruh
relative mereka untuk fase tertentu daripada bila pengajuan pertnyaan gagal menanyakan
tentang tahap-tahap keputusan.
BAB 14 : PENGARUH SITUASI
1. Tipe-tipe Situasi Konsumen
Pengaruh situasi dapat dipandang
sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat
yang spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik obyek.
Situasi konsumen adalah faktor lingkungan sementara yang menyebabkan suatu
situasi dimana perilaku konsumen muncul pada waktu tertentu dan tempat
tertentu.
Tipe-tipe
situasi konsumen :
a. Situasi
komunikasi
Situasi
Komunikasi adalah suasana atau lingkungan dimana konsumen memperoleh informasi
atau melakukan komunikasi. Konsumen mungkin memperoleh informasi melalui :
i.
Komunikasi Lisan dengan teman, kerabat,
tenaga penjual, atau wiraniaga
ii.
Komunikasi non pribadi, seperti iklan TV,
radio, internet, koran, majalah, poster, billboard, brosur, leaflet, dsb
iii.
Informasi diperoleh langsung dari toko
melalui promos penjualan, pengumuman di rak dan di depan took
b. Situasi
Pembelian
Situasi
Pembelian adalah lingkungan atau suasana yang dialami/dihadapi konsumen ketika
membeli produk dan jasa. Situasi pembelian akan mempengaruhi pembelian, misal:
ketika konsumen berada di bandara, ia mungkin akan bersedia membayar sekaleng
Coke berapa saja harganya ketika haus. Sebaliknya, jika ia berbelanja Coke di
swalayan dan mendapatkan harganya relatif lebih mahal, ia mungkin sangat
sensitif terhadap harga. Konsumen tsb mungkin akan menunda pembelian Coke dan
mencari di tempat lain.
c. Situasi
Pemakaian
Situasi
Pemakaian disebut juga situasi penggunaan produk dan jasa merupakan situasi
atau suasana ketika konsumsi terjadi. Konsumen seringkali memilih suatu produk
karena pertimbangan dari situasi konsumsi. Misal: Konsumen Muslim sering
memakai kopiah dan pakaian takwa pada saat sholat atau pada acara keagamaan. Kebaya
akan dipakai kaum wanita pada acara pernikahan atau acara resmi lainya, dan
jarang digunakan untuk pergi bekerja Para Produsen sering menggunakan konsep
situasi pemakaian dalam memasarkan produknya, produk sering diposisikan sebagai
produk untuk digunakan pada situasi pemakaian tertentu. Misalnya, ada pakaian
resmi untuk ke pesta, pakaian olahraga, pakaian untuk kerja, pakaian untuk
santai dan berolahraga.
2. Interaksi Individu dengan Situasi
Memahami serta menganalisis pengaruh
situasi dalam proses pembelian barang, banyak konsumen yang di pengaruhi oleh
variasi dari situasi lain yang sesuai dengan keadaan mereka saat itu. Belum
tentu saat orang lain menggunakan produk A saat ia berjemur di pantai tapi bisa
saja orang lain menggunakan produk A sebagai lotion untuk ke kantor atau
kemanapun ia pergi tidak harus saat berjemur saja. Jadi penggunaan produk
tertentu tidak hanya pada satu situasi saja tapi bisa untuk situasi lain untuk
orang lain.
3. Pengaruh Situasi Tak Terduga
Situasi tidak terduga dapat menjadi
pemicu seseorang untuk membeli suatu barang. Misalnya mahasiswi yang akan
mengikuti ujian dan lupa membawa bolpoin dan pensil, maka secara otomatis dia
akan membeli dulu bolpoin dan pensil sebelum mengikuti ujian tersebut.
Berikut
ini adalah 5 karakteristik situasi pembelian :
a. Lingkungan
Fisik
Sarana fisik yang menggambarkan situasi
konsumen yang meliputi: lokasi, dekorasi, aroma, cahaya, cuaca dan objek fisik
lainnya yang ada di sekeliling konsumen.
b. Lingkungan
Sosial Kehadiran dan ketidakhadiran orang lain pada situasi tersebut.
c. Waktu
Waktu atau saat perilaku muncul (jam,
hari, musim libur, bulan puasa, tahun baru). Waktu mungkin diukur secara
subjektif berdasarkan situasi konsumen, misal kapan terakhir kali membeli
biskuit. Arti kapan terakhir kali akan berbeda antar konsumen.
d. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada suatu
situasi. Konsumen yang belanja untuk hadiah akan menghadapi situasi berbeda
dibandingkan belanja untuk kebutuhan sendiri.
e. Suasana
Hati
Suasana hati atau kondisi jiwa sesaat (misalnya
perasaan khawatir, tergesagesa, sedih, marah) yang dibawa pada suatu situasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar